Media informasi seputar kenotariatan dan pertanahan bagi masyarakat luas, serta berbagi ilmu dan contoh akta bagi seluruh calon notaris di seluruh Indonesia. Viva Notarius!

Tinjauan Umum Peraturan Jabatan Notaris

Pada entri kali ini akan dibahas mengenai Peraturan Jabatan Notaris secara umum sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 juncto Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Adapun tulisan ini sangat baik untuk dibaca bagi mereka yang ingin mengetahui apa itu profesi notaris, tugas serta kewajiban notaris. Mereka yang ingin mempersiapkan diri mengikuti Ujian Kode Etik Notaris juga sebaiknya membaca, karena beberapa materi yang diujikan tercakup di sini dan sudah disesuaikan dengan Undang-undang Jabatan Notaris terbaru. Semoga bermanfaat!

SEJARAH LEMBAGA NOTARIAT

Notariat merupakan lembaga kemasyarakatan yang tumbuh karena kebutuhan masyarakat akan alat bukti dalam hubungan hukum yang terjadi antara mereka, baik karena keinginan sendiri maupun ditentukan oleh UU. Para pengabdinya disebut dengan notaris.

Notaris berasal dari kata “notarius”. Nama “notarius” menandakan suatu golongan orang-orang yang melakukan suatu bentuk pekerjaan tulis-menulis tertentu. Pada abad ke 11-12 di daerah Italia Utara ada lembaga yang merupakan asal-muasal notariat, yaitu “Latijnse notariaat”. Tanda-tandanya tercermin dalam diri notaris tersebut yang diangkat oleh penguasa umum untuk kepentingan masyarakat umum dan menerima uang jasanya (honorarium) dari masyarakat umum. 



Pada tahun 1888 diadakan peringatan delapan abad pendirian sekolah hukum Bologna, yang merupakan universitas tertua di dunia yang didirikan oleh Irnerius. Karya pertamanya adalah mengenai notariat, dengan judul “Formularium Tabellionum”. Seratus tahun kemudian, Rantero di Perugia menulis karya berjudul “Summa Artis Notariae”. Karya lainnya yang dihasilkan oleh Rolandinus Passegeri berjudul “Summa Artis Notariae”. 

Pada abad ke-2 dan 3 Masehi dikenal “notarii”, yaitu orang-orang yang memiliki keahlian untuk mempergunakan suatu tulisan cepat (dalam masa sekarang lebih dikenal dengan “stenografi”). Notarii ini mendapatkan namanya dari perkataan “nota literaria”, yaitu tanda tulisan atau karakter yang mereka pergunakan untuk menuliskan atau menggambarkan perkataan-perkataan. Pada abad ke-5 dan 6 Masehi, kedudukan notarii diberikan secara khusus kepada para penulis pribadi dari Kaisar. Pekerjaan mereka adalah menuliskan apa yang dibicarakan dalam rapat-rapat Kaisar. 

Pada abad ke-3 juga dikenal “tabeliones”, yaitu orang-orang yang ditugaskan bagi kepentingan masyarakat umum untuk membuat akta-akta dan lain-lain surat, walaupun jabatan atau kedudukan mereka itu tidak mempunyai sifat kepegawaian dan juga tidak ditunjuk atau diangkat oleh kekuasaan umum untuk melakukan suatu formalitas yang ditentukan oleh UU. Tabeliones pada jaman itu lebih tepat dipersamakan dengan zaakwaarnemer daripada notaris jaman sekarang. Akta-akta yang dibuat oleh tabeliones sifatnya di bawah tangan saja.

Selain itu dikenal pula “tabularii” yang memberikan bantuan pada masyarakat dalam pembuatan akta-akta dan surat-surat. Tabularii adalah pegawai negeri yang bertugas mengadakan dan memelihara pembukan keuangan kota-kota dan melakukan pengawasan atas arsip dari magisrat kota-kota di mana resort mereka berada. Lama-kelamaan tabellionaat dan notariat bergabung dan menyatukan diri dalam suatu badan yang dinamakan “kolegium”, dan berwenang untuk membuat akta-akta baik di dalam maupun luar pengadilan.

Lembaga notariat dibawa dari Italia ke Perancis. Dari Perancis inilah, pada permulaan abad ke-19 lembaga notariat mulai meluas dan dibawa ke negara-negara lain, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri, lembaga notariat hadir pada zaman penjajahan Belanda. Berdasarkan asas konkordansi, peraturan tentang kenotariatan di negeri Belanda berlaku pula di Indonesia. Notaris pertama di Indonesia adalah Melchior Kerchem, yang diangkat oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda. (Catatan : Notaris di Belanda diangkat oleh Ratu Belanda)

Secara historis seharusnya notaris Indonesia diangkat oleh Presiden sebagai penguasa tertinggi negara. Akan tetapi di Indonesia, notaris diangkat oleh menteri yang membawahi hukum (Menteri Hukum dan HAM). Kewenangannya sendiri tidak diberikan oleh Menkumham, tetapi oleh undang-undang secara atributif. Kewenangan notaris diberikan oleh negara, sehingga ia boleh menggunakan lambang garuda. Dalam PP Nomor 43 Tahun 1958 diatur mengenai siapa saja pejabat yang boleh memakai lambang negara, dan notaris termasuk salah satu di antaranya.

SIAPAKAH YANG MENGHENDAKI KEBERADAAN NOTARIS DI INDONESIA?
Pasal 1868 KUHPerdata (Burgerlijk Wetboek) memberikan penjelasan mengenai apa itu akta otentik sebagai berikut :Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam (1) bentuk yang ditetapkan oleh UU, (2) dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu, (3) di tempat akta dibuatnya. 

Namun Pasal 1868 KUHPerdata ini tidak menjelaskan seperti apa bentuk akta otentik yang dimaksud, siapakah pejabat umum (openbare ambtenaar) yang berkuasa untuk itu, serta di mana akta tersebut harus dibuat. Keberadaan UU Nomor 30 Tahun 2004 menjelaskan ketiga hal ini, bahwa : 
- Penguasa umum yang dimaksud adalah notaris (Pasal 1 UUJN). 
- Bentuk yang dipersyaratkan UU (Pasal 38 UUJN) 
- Dibuat dalam wilayah jabatan (Pasal 18 UUJN) 
Akta tersebut harus dibuat di wilayah jabatan Notaris, yaitu meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya. Sedangkan kedudukan Notaris sendiri ada di daerah kabupaten atau kota. 

SIAPAKAH NOTARIS ITU?
Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (Ord. Stbl. 1860 No. 3, mulai berlaku tanggal 1 Juli 1860) mengatur bahwa :
Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan, dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.

Jadi, notaris adalah pejabat umum (kewenangannya umum), sehingga ia dapat membuat semua akta otentik kecuali yang memang telah ditunjuk pembuatannya kepada pejabat lain.

Catatan : petugas catatan sipil bukanlah pejabat umum karena ia hanya membuat akta tertentu saja, seperti akta nikah.

SYARAT-SYARAT DIANGKAT MENJADI SEORANG NOTARIS
- Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seseorang dapat diangkat menjadi notaris diatur dalam Pasal 3 UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, yaitu sebagai berikut :
1. Warga Negara Indonesia;
2. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
3. Berusia paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
4. Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan sehat dari dokter dan psikiater;
5. berijazah Sarjana Hukum dan Magister Kenotariatan
6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan notaris dalam waktu 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada kantor notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus S2 Kenotariatan
7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang dilarang oleh UU
8. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
9. Disumpah (Pasal 4 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 juncto Nomor 2 Tahun 2014)

- Mengapa notaris harus Warga Negara Indonesia?
Karena sebelum menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Di bagian pertama sumpah tersebut ada bunyi : “Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila, dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945…” (Pasal 4 ayat 2 UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris). Tidak mungkin seorang warga negara asing dapat bersumpah setia kepada negara Indonesia.

- Mengenai kewajiban magang bagi calon notaris
Magang sangat penting, karena teori akan berbeda dengan praktek. Jangan Anda hanya meminta surat keterangan saja dari saudara atau kenalan Anda tanpa menjalani praktek karena notaris harus belajar menentukan konstruksi hukum yang tepat.

- Larangan notaris untuk merangkap jabatan
Hal ini sangat terkait dengan kedudukannya yang independen (tidak memihak kepada salah satu pihak yang datang kepadanya). Pasal 11 UU Jabatan Notaris menentukan bahwa notaris yang diangkat menjadi pejabat negara harus mengambil cuti dan menunjuk notaris pengganti. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi benturan kepentingan. Notaris pengganti tersebut dalam menjalankan pekerjaannya akan tetap menggunakan “nama”, plang nama, kantor, dan buku repertorium Notaris yang digantikannya tersebut.

KEWAJIBAN SUMPAH BAGI SEORANG YANG DIANGKAT MENJADI NOTARIS
Kapan seseorang mulai menjadi notaris? Sejak SK dari Kementerian Hukum dan HAM keluar baginya. Akan tetapi seorang baru boleh membuat akta sejak diambil sumpah sebagai notaris.

Bagaimana bila Notaris tersebut belum disumpah tetapi sudah membuat akta dan syarat formalitasnya lengkap? Akta yang dibuatnya tersebut menjadi tidak otentik dan hanya berlaku sebagai alat bukti di bawah tangan saja.

Sumpah harus diambil dalam jangka waktu 60 hari sejak diberikan SK. Bila dalam jangka waktu 60 hari tidak disumpah, maka SK-nya menjadi dibatalkan. (Pasal 4-5 UU Nomor 30 Tahun 2004)

Kewajiban seorang notaris setelah disumpah adalah melakukan hal-hal sebagai berikut selambat-lambatnya 60 hari sejak tanggal pengambilan sumpah : (Pasal 7 UU Nomor 30 Tahun 2004)
a. Menjalankan jabatannya secara nyata
b. Menyampaikan BA sumpah/janji jabatan pada Menteri, organisasi notaris, dan MPD.
c. Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan dan paraf, teraan cap jabatan Notaris berwarna merah kepada Menteri atau pejabat lain yang bertanggung jawab di bidang pertanahan, organisasi notaris, Ketua PN, MPD, dan walikota/bupati di tempat Notaris diangkat.
Pelanggaran terhadap ketentuan kewajiban notaris setelah disumpah ini dapat dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis/ pemberhentian sementara/ pemberhentian dengan hormat / pemberhentian dengan tidak hormat.

KEWENANGAN NOTARIS
Kewenangan notaris diatur di dalam Pasal 15 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 juncto Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, antara lain sebagai berikut :
(1) Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai :
- semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik;
- menjamin kepastian tanggal pembuatan akta;
- menyimpan akta;
- memberikan grosse, salinan dan kutipan akta;
semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula:
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (legalisasi surat atau waarmerking)
Kekuatan pembuktian surat tersebut tetap berada di bawah tangan. Yang dijamin adalah tandatangan dan tanggalnya, maksudnya ialah : pada tanggal tersebut orang-orang yang bersangkutan dengan akta benar-benar datang kepada Notaris untuk melakukan register dan benar-benar menandatangani akta tersebut. Kebenaran dari isi (materiil) perjanjian tersebut tidak dijamin oleh si Notaris. Oleh karena itu, INGAT! Jangan mau bila ada orang minta legalisasi suatu surat atau akta, tetapi orang tersebut sudah tandatangan duluan sebelum dilegalisasi di kantor Notaris;
b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
Notaris sebaiknya jangan menerima hasil fotokopi. Akan lebih aman bila kita meminta aslinya, lalu difotokopi sendiri. Pada pengesahan, sebaiknya dinyatakan “sesuai dengan yang diperlihatkan”. Jangan bilang “sesuai dengan aslinya”, karena kita tidak tahu kebenaran materiil dari surat tersebut.
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat akta risalah lelang.

LARANGAN BAGI SEORANG NOTARIS (Pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2004)
a. Dilarang menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya.
Ia tidak boleh membuat akta di luar wilayah jabatannya, baik sekedar pembicaraan, penjelasan, maupun penandatanganannya. Apabila hal ini dilanggar, sanksinya adalah akta tersebut berubah kekuatan pembuktiannya menjadi di bawah tangan.
b. Dilarang meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah.
c. Dilarang merangkap jabatan sebagai PNS, pejabat negara, advokat, pemimpin atau pegawai BUMN, BUMD,atau badan usaha swasta, notaris pengganti, PPAT di luar wilayah jabatan Notaris
d. Dilarang melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

DUA MACAM KEWAJIBAN JABATAN SEORANG NOTARIS
- Dalam melaksanakan jabatannya Notaris memiliki dua macam kewajiban, yaitu kewajiban yang terkait langsung dengan aktanya dan kewajiban administrasi. Hal ini diatur dalam Pasal 16 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 juncto Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

A. KEWAJIBAN YANG TERKAIT LANGSUNG DENGAN AKTA
- Notaris harus bertindak secara jujur, seksama, mandiri, amanah, menghindari sengketa, serta menjaga kepentingan para pihak yang terkait dengan perbuatan hukum. Notaris wajib bekerja secara independen dan tidak memihak.
- Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris.
Akta, tandatangan dan paraf dari Penghadap, saksi-saksi, dan notaris disimpan dan tidak boleh keluar dari kantornya. Kesemuanya ini merupakan bagian dari rahasia jabatan. Pengecualiannya adalah ketika ia diminta oleh para pihak untuk membuat akta in originali (akta di mana aslinya diberikan kepada para pihak). Yang ada di dalam kantor notaris adalah catatan dalam buku reportorium yang mencatat nomor aktanya.
Sebagai catatan, tidak semua akta dapat dibuat dalam bentuk in originali. Hanya akta-akta yang sifatnya sumir dan sekali pakai saja, contoh : surat kuasa jual dan akta tidak dibayarnya surat berharga.
- Melekatkan surat dan dokumen, serta sidik jari penghadap pada minuta akta
- Mengeluarkan grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan minuta akta.
- Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang, kecuali ada alasan untuk menolaknya.
- Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali UU menentukan lain.

B. KEWAJIBAN ADMINISTRASI NOTARIS
Seringkali Notaris tidak tahu kewajiban administrasi yang harus ia lakukan, padahal sudah lama berpraktek. Kewajiban administrasi tidak memiliki batas waktu. Ada atau tidak ada akta yang dibuat, ia tetap harus melaksanakan kewajiban administrasi.

Apa sajakah kewajiban administrasi notaris?
1. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 bulan menjadi buku (bundel) yang memuat tidak lebih dari 50 akta.
- Jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku.
2. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga.
- Hal ini dapat dilaporkan langsung maupun dengan kuasa dari Notaris tersebut.
3. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan.
- Daftar akta wasiat tersebut dikirimkan ke Daftar Pusat Wasiat departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan pada tanggal 5 setiap bulan. Setelah daftar ini dikirim, tanggalnya harus dicatatkan pada repertorium. Meskipun tidak ada akta wasiat yang dibuat, harus tetap dilaporkan NIHIL.
- Bagaimana bila pembuatan wasiat ini tidak dilaporkan? Wasiatnya menjadi gugur. Hal ini tentu merugikan klien, karena keinginan terakhir Pewaris dalam bentuk wasiat tersebut harus dihormati.

MENGENAI BUKU DAFTAR AKTA (REPERTORIUM) NOTARIS
Notaris memiliki kewajiban mengisi buku daftar akta (repertorium) setiap hari. Buku daftar akta tersebut harus ditandatangani dan diparaf oleh Majelis Pengawas Daerah (sebelum UUJN, ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri). Setelah buku daftar akta tersebut ditandatangani, barulah akta-akta yang didaftar di situ menjadi otentik.

Bagaimana bila bukunya habis? Notaris dapat membelinya di organisasi yang sudah dalam bentuk blanko dengan menunjukkan SK. Notaris harus menghitung lembaran dalam buku repertorium (ditulis halaman bolak-balik), dan kemudian dinyatakan buku tersebut terdiri dari berapa halaman. Halaman depan, tengah, dan belakang diparaf oleh MPD. Apabila bukunya tidak ditandatangani MPD, maka nomor-nomor yang terdaftar di dalamnya menjadi tidak sah. Kebenaran tanggal aktanya juga tidak dijamin.

Di dalam buku repertorium sudah ada kolom-kolom yang berisi :
1. Nomor urut, yang berlaku seumur hidup selama ia bertugas. Bila notaris itu pindah tempat kedudukan, maka nomornya ganti.
2. Nomor bulanan, yang menandakan nomor akta dan tanggal dibuatnya akta tersebut.
3. Sifat akta, contoh : sewa-menyewa, jual-beli, pelepasan hak.
4. Nama-nama penghadap atau yang mewakili, serta keterangan alamat dan kedudukan mereka.

- Buku repertorium merupakan kendali dan nyawa dari notaris tersebut. Dari situ kita bisa mengetahui apakah benar akta ini dikeluarkan oleh notaris tersebut atau bukan. Pada tanggal 15 setiap bulannya, Notaris wajib melaporkan salinan buku daftar akta kepada MPD, baik secara langsung atau dengan kuasa.

Bagaimana bila akta sudah didaftarkan / dicatat di buku repertorium / dilaporkan kepada Majelis Pengawas Daerah lalu kemudian dinyatakan hanya berlaku di bawah tangan? Hal tersebut tidak akan mengubah keberadaan akta tersebut, hanya fungsi aktanya saja yang berubah menjadi di bawah tangan.

Kewajiban notaris lainnya adalah mengisi buku klapper, yaitu buku yang memuat nama-nama Penghadap sesuai abjad. Fungsinya adalah kontrol bagi Notaris itu, guna mencari tahu bila ada pihak-pihak yang memerlukan data.

MENGENAI MINUTA AKTA, SALINAN AKTA, GROSSE AKTA, DAN KUTIPAN AKTA
Minuta akta adalah asli akta Notaris yang mencantumkan tanda tangan Penghadap, saksi-saksi, dan Notaris, yang disimpan sebagai bagian dari protokol Notaris.

Salinan akta adalah salinan kata demi kata dari seluruh akta Notaris dan di bagian bawahnya diberikan frase "Diberikan sebagai SALINAN yang sama bunyinya." Salinan akta diberikan dengan sendirinya, bersamaan dengan pembuatan minuta akta. Tidak boleh dikutip tambahan biaya lagi atas pengeluaran salinan akta ini. Isi dari salinan akta adalah sama persis dengan minuta, bedanya hanya di penutup akta sebagai berikut : “Dilangsungkan dengan … perubahan” (bila ada renvoi)

Siapa sajakah yang boleh mendapatkan salinan akta? (Pasal 54 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 juncto Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris)
1. Para pihak yang berkepentingan langsung pada akta;
2. Para ahli warisnya;
3. Penerima hak (pihak ketiga yang berhak, atas dasar suatu perbuatan hukum tertentu), kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
Jadi, yang boleh mendapatkan salinan akta memang dibatasi untuk pihak-pihak tertentu saja karena Notaris terikat dengan kewajiban menjaga kepentingan pihak-pihak yang datang padanya.

Kutipan akta adalah salinan dari sebagian akta, yang berisi kepala akta, komparisi penghadap, dan isinya hanya bagian yang diinginkan saja. Di bagian akhirnya diberikan frase "Diberikan sebagai KUTIPAN".

Grosse akta adalah salinan minuta yang memiliki kekuatan eksekutorial dan ada frase “Demi Ketuhanan Yang Maha Esa” pada bagian kepala akta, yang sama dengan kekuatan putusan hakim berkekuatan hukum tetap (inkracht van bewijsde).
Contoh akta yang bisa diberikan grosse akta adalah : akta pengakuan hutang. Yang memiliki kekuatan eksekutorial adalah grosse akta, bukan minutanya. Grosse akta biasanya dimintakan bersamaan dengan permintaan pembuatan akta. Grosse akta pertama dapat dikeluarkan oleh Notaris, sedangankan grosse akta kedua dan seterusnya, dikeluarkan oleh Pengadilan.

Bagaimana bila setelah grosse akta dikeluarkan, ternyata ada perubahan terhadap isi akta? Yang berlaku tetaplah grosse aktanya, kecuali dinyatakan di dalam grosse akta tersebut bahwa yang berlaku adalah “berikut tambahannya” maka barulah perubahan itu juga berlaku.

Pada bagian minuta akta yang dimintakan grosse akta harus diberikan catatan di bagian renvoi atau penutup aktanya sebagai berikut : (Pasal 56 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 juncto Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris)
“Saya yang bertandatangan di bawah ini, atas permintaan dari dan kepentingan Tuan X, berkedudukan di …, pada tanggal …, mengeluarkan grosse akta pertama pada tanggal …”,
kemudian di bawahnya ditulis Notaris di …, tandatangan Notaris, nama, dan cap Notaris.

Grosse akta dan kutipan akta hanya diberikan berdasarkan permintaan para pihak yang berkepentingan, apabila tidak diminta maka Notaris tidak boleh mengeluarkannya.

JENIS AKTA YANG DIBUAT OLEH NOTARIS
Akta-akta yang dibuat oleh notaris dapat digolongkan menjadi berikut :
1. Partij acte (akta partai), yaitu akta yang dibuat oleh notaris dengan cara mengkonstantir keterangan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Sumbernya adalah perjanjian (diterangkan para pihak pada notaris, kemudian notaris menuangkannya dalam bentuk akta).
Oleh karena itu, notaris harus cerdas dalam menentukan konstruksi hukum. Memang akta-akta tersebut sudah ada formatnya, tetapi isi dari akta tersebut merupakan manifestasi dari isi otak dan kecerdasan notaris yang bersangkutan. Bagaimana jika konstruksi hukumnya salah? Akta tersebut tetap otentik, selama masih memenuhi persyaratan.
2. Relaas acte (akta relaas), yaitu akta yang dibuat notaris dalam jabatannya sebagai notaris. Notaris tersebut melihat dan mendengar sendiri perbuatan hukum tersebut. Sumbernya adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak (notaris menyaksikan sendiri perbuatan hukum tersebut)
Untuk akta seperti ini, tidak bisa dituntut (karena pasti benar), kecuali notarisnya bohong. Tanggal pada relaas akta dijamin kebenarannya.
3. Penetapan, yaitu akta yang wajib dibuat oleh notaris karena UU mewajibkan demikian, seperti Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dan hipotek.

OTENTISITAS AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SEMPURNA
Suatu akta menjadi otentik bukan karena penetapan UU, tetapi karena dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu (memiliki kekuasaan umum), sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1868 KUHPerdata (lebih lengkap silahkan baca halaman 50-51 G.H.S. Lumban Tobing).

Akta yang dibuat otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para pihak. Ada tiga segi pembuktian akta otentik, yaitu :
a. Segi fisik
Suatu akta notaris tersebut memiliki lambang garuda, bentuk, dan cover luarnya yang sedemikian rupa tersebut menandakan bahwa ia adalah akta otentik yang berlaku sebagai bukti yang sempurna.
b. Segi pembuktian formil
Suatu akta otentik memang dibuat oleh pejabat umum yang ditunjuk dan memang memiliki kekuasaan untuk itu.
c. Segi pembuktian materiil
Apa yang tertera dalam akta notaris secara materiil dijamin sesuai dengan keterangan penghadap maupun apa yang notaris lihat dan dengar sendiri.

Mengapa sebegitu kuatnya pembuktian akta otentik ini? Karena notaris adalah pejabat umum yang mendapatkan kewenangan dari negara secara atributif. Oleh karena itu ia memiliki kekuasaan untuk menjalankan sebagian fungsi publik di bidang hukum perdata untuk membuat alat bukti otentik.

PENGENALAN PENGHADAP
- Notaris harus mengenal penghadap yang membuat akta kepadanya. Ada beberapa cara kenal :
1. Kenal secara pribadi
2. Kenal, walaupun tidak secara pribadi.
Contoh : Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di mana masyarakat umum tahu kalau ia adalah SBY, lahir di kota X, jabatannya pada saat itu adalah Presiden.
3. Kenal lewat identitas

Bagaimana bila Notaris tidak bisa meminta identitas? Notaris dapat memakai saksi pengenal, yang berfungsi untuk mengenalkan penghadap tersebut pada notaris. Tanggung jawab saksi pengenal adalah menjamin bahwa penghadap yang dikenal itu memang benar identitasnya. Bila orang yang dimaksud menyangkal, yang kena adalah saksi penghadap.

Catatan : saksi akta (saksi testamentair) menjamin kebenaran formalitas suatu akta (apakah syarat otentisitas akta sudah dipenuhi oleh Notaris). Sebagai contoh, apakah aktanya memang benar sudah disusun sebelumnya oleh Notaris (tidak boleh menyodorkan akta kosong untuk ditandatangani para pihak).

PROTOKOL NOTARIS; SALINAN/GROSSE/KUTIPAN AKTA; NOTARIS, NOTARIS PENGGANTI SERTA PEMEGANG PROTOKOL
Protokol notaris merupakan kumpulan dokumen arsip negara (berarti milik negara). Oleh karena itu tidak boleh ditunjukkan dan dipinjamkan oleh lain, harus melalui prosedur tertentu (hanya boleh pada orang-orang tertentu saja).

Protokol notaris terdiri atas :
1. Minuta akta;
2. Buku daftar akta / reportorium;
3. Buku daftar akta di bawah tangan yang penandatanganannya di hadapan Notaris (akta bawah tangan yang didaftar);
4. Buku daftar protes;
5. Buku daftar wasiat;
6. Buku daftar lainnya yang harus disimpan oleh Notaris berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Yang boleh mengeluarkan salinan/kutipan/grosse akta, memperlihatkan/menyerahkan fotokopi minuta bilamana diperlukan oleh pengadilan adalah :
1. Notaris sendiri
2. Notaris Pengganti, yaitu orang yang untuk sementara diangkat sebagai notaris untuk menggantikan notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan jabatannya sebagai notaris. (Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 juncto Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris)
3. Pemegang Protokol selain notaris dan notaris pengganti, yaitu pejabat sementara notaris. Pejabat sementara notaris adalah orang yang untuk sementara menjabat sebagai notaris untuk menjalankan jabatan dari notaris yang meninggal dunia (Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 juncto Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris)

Salinan ditandatangani oleh Notaris saja (para pihak dan saksi-saksi tidak perlu ikut tandatangan), karena ialah pejabat umum yang berwenang mengeluarkan salinan tersebut. Hal ini nampak dari frase : “Diberikan salinan yang sama bunyinya oleh saya, Notaris”.

Bila pihak yang berkepentingan hendak meminta salinan tapi tidak bisa hadir, dapat meminta surat kuasa notariil atau yang dilegalisasi.

MENGENAI PEMBACAAN AKTA
Notaris wajib membacakan akta di hadapan Penghadap dengan dihadiri paling sedikit dua orang saksi dan ditandatangani saat itu juga oleh Penghadap, saksi, dan Notaris. Akta mutlak harus dibacakan Notaris sendiri di hadapan Penghadap dan saksi-saksi. Tidak boleh dibacakan oleh orang lain, semisal karyawan Notaris. Apabila tidak dibacakan, maka kekuatan pembuktiannya berubah menjadi di bawah tangan (tidak sempurna lagi).

Ketika akta dibacakan, apakah harus dibacakan seluruh atau sebagian (poin penting-pentingnya saja)?
Intinya, Notaris harus berpegang pada prinsip dasar bahwa akta harus dibacakan. Mengenai teknisnya, tergantung bagaimana Notaris tersebut dapat menyiasatinya. Apabila membacakan akta-akta “konveksi” yang sifatnya massal (misalnya akta jual-beli rumah yang jumlahnya banyak dan isinya hampir sama/seragam; hanya beda nama pembeli, objek, dan harganya saja), maka bisa disiasati dengan melakukan absen nama para Penghadap, tandatangan, dan tanggalnya. Setelah itu pembacaan aktanya dilakukan bersama-sama sekaligus.

RAHASIA JABATAN
Menurut Pasal 54 UU Jabatan Notaris, Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi akta, grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta kepada :
1. Orang yang berkepentingan langsung pada akta
2. Ahli waris
3. Orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

Orang yang berkepentingan langsung pada akta, antara lain :
1. Diri sendiri (Penghadap)
2. Penerima kuasa (bukan orang yang secara langsung berkepentingan, misalnya dalam hal Penghadap berhalangan hadir). Penerima kuasa tidak boleh meminta grosse dan salinan akta setelah proses penandatanganan selesai dilakukan.
3. Karena jabatan atau kedudukannya, misalnya karena mewakili badan hukum, seperti PT dan CV. Yang dilihat bukan pribadi orangnya, tetapi orang yang mewakili instansi karena jabatannya, sehingga orang yang meminta salinan tersebut tidak harus selalu sama dari akta ke akta.

Penerima hak juga merupakan pihak yang berkepentingan dalam akta. Hal ini terjadi dalam hal perbuatan hukum peralihan hak, seperti jual beli saham. A menjual saham kepada B, maka ketika suatu saat saham dijual seluruhnya kepada B, jika B membutuhkan, B boleh menerima salinan akta selama dapat membuktikan bahwa bahwa ia memang penerima hak yang sah.

Selain pada pihak-pihak di atas, Notaris dilarang memperlihatkan minuta akta bila tidak ada kepentingan, karena di dalamnya terkandung rahasia jabatan (secara implisit terkandung dalam sumpah jabatan Notaris di Pasal 4 UU Jabatan Notaris). Rahasia Jabatan adalah keterangan yang diperoleh dari para pihak untuk membuat akta dan segala sesuatu yang tercantum dalam akta.

Apakah karyawan Notaris juga termasuk dalam lingkup rahasia jabatan? Karyawan notaris pun sebenarnya tidak boleh tahu keterangan-keterangan yang diperoleh dalam membuat akta, kecuali ia benar-benar dipercaya oleh si Notaris. Meskipun demikian, keterangan tersebut pun harus dipilah/dibatasi.

Rahasia jabatan terkait erat dengan hak ingkar notaris. Yang dimaksud dengan hak ingkar notaris adalah kewajiban untuk tidak memberi keterangan (bila ada permasalahan antara para pihak dalam akta, baik sebagian/seluruhnya) untuk membuat atau isi aktanya. Dalam hal ini Notaris wajib terikat pada ketentuan rahasia jabatan, terkait seluruh isi akta maupun keterangan lainnya.

Menurut keterangan Pasal 1909 Burgerlijk Wetboek, jika seseorang dipanggil untuk memberikan kesaksian maka ia harus hadir memberikan kesaksian. Menurut Van Bemellen, ada tiga instansi yang dapat menolak untuk memberikan kesaksian, yaitu :
1. hubungan darah
2. ancaman hukum pidana
3. pekerjaan/jabatan, salah satunya adalah Notaris.

Notaris wajib merahasiakan keterangan terkait dengan jabatannya demi melindungi kepentingan masyarakat, karena masyarakat telah memberikan kepercayaan kepada notaris. Ketika diminta memberikan kesaksian, Notaris wajib menjelaskan bahwa keterangan yang termuat dalam akta sudah pasti benar (kecuali disembunyikan oleh para Penghadap). Isinya dijamin dan hakim harus percaya pada isinya. Jika ada yang disembunyikan oleh Penghadap, maka Notaris tidak bertanggung jawab atau berhak ingkar.

Jika Notaris menjadi Turut Tergugat, maka berlaku pembuktian terbalik. Notaris harus membuktikan bahwa ia tidak bertanggung jawab terhadap hal tersebut.

Bagaimana dalam hal kasus korupsi? Pada dasarnya hak ingkar dapat dilampau dalam hal-hal tertentu, misalnya dalam hal-hal khusus seperti korupsi, yang berasal dari kepentingan yang lebih luas dari UU.

AKTA DAN BENTUK AKTA
Akta harus berbentuk tulisan, yaitu pengemban tanda baca yang mengandung arti yang dipergunakan untuk menggambarkan pikiran seseorang. Dari tulisan ini menjelma suatu akta. Dalam pengertian umum, akta adalah tulisan yang ditandatangani. Oleh karena itu supaya dapat mengikat para pihak, akta tersebut harus ditandatangani. Agar menjadi otentik, akta harus dibuat dengan melibatkan penguasa umum, bentuknya ditetapkan oleh undang-undang, dan dibuat di dalam wilayah jabatannya (Pasal 1868 Burgerlijk Wetboek). Sedangkan akta di bawah tangan hanya ditandatangani oleh para pihak, tapi tidak dibuat di hadapan pejabat (penguasa) umum.

- Menurut ketentuan Pasal 38 UU Jabatan Notaris, bentuk akta harus memenuhi ketentuan perundang-undangan yakni yang terdiri dari :
1. Kepala Akta
Memuat : judul akta (perbuatan hukum), nomor akta, jam hari tanggal bulan tahun (waktu pembuatan akta), nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.
2. Badan Akta
Memuat :
1) identitas Penghadap (komparisi), yang terdiri dari nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para Penghadap dan/atau orang yang mereka wakili

Catatan : komparisi menunjukkan bahwa Notaris bukanlah pihak dalam akta tersebut. Adanya frase “hadir di hadapan saya..” dalam akta menunjukkan bahwa pembuatan akta adalah atas keinginan sendiri (ius forming) dari para pihak yang hadir. Sedangkan untuk akta relaas, Notaris hanya menyaksikan dilakukannya perbuatan hukum tersebut. Jadi, Notaris harus bisa mengenal para pihak.

2) keterangan mengenai kedudukan bertindak Penghadap
3) isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan
4) identitas saksi, yang terdiri dari nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat tinggal.

GARIS BESAR ISI AKTA
1. Premisse : merupakan “prolog” keinginan para pihak (mengapa mereka ingin membuat akta)
2. Isi : inti dari keinginan para pihak yang sifatnya esensialia. Misalnya perjanjian utang, unsur esensialianya adalah jumlahnya, waktu pelunasannya, dan sebagainya.
3. Penutup Akta, memuat mengenai :
- uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l atau Pasal 16 ayat (7)
- uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta apabila ada
nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta
- uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian

PROSES PEMBUATAN AKTA NOTARIS
Perbuatan peresmian akta (pembacaan dan penandatanganan oleh para pihak, Notaris, dan saksi-saksi harus benar-benar dilaksanakan. Jika tidak dilakukan, maka terjadi pemalsuan akta dan pemalsuan intelektual. Sebagai bukti, pada bagian penutup akta memuat uraian bawah akta tersebut telah disusun dan “diresmikan”, serta dibuat di dalam wilayah jabatan (wilayah kewenangan Notaris) yang telah ditentukan oleh UU.

Akta harus dibuat dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian Notaris harus menguasai bahasa Indonesia dan/atau juga bahasa asing lain yang dikehendaki oleh pihak tersebut. Jika notaris tidak paham bahasa asing tersebut, maka harus ada penerjemah tersumpah yang dapat menjelaskannya kepada pihak yang tidak mengerti bahasa Indonesia tersebut.

Jika mengenai perbuatan hukum, maka disebut akta relaas (relaas acte). Misalnya dalam penyelenggaraan RUPS di hadapan notaris yang dimintakan oleh perusahaan itu, agar notaris mencatat apa yang dia lihat, dengar dan saksikan. Karena dia menyaksikan sendiri perbuatan hukum tersebut, maka notaris membuat relaas akta, yang aktanya tidak perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Atas dasar jabatannya sebagai notaris, akta yang nanti dibuat oleh notaris akan dipercaya dan dijamin kebenarannya. Untuk akta relaas boleh tidak dipersiapkan terlebih dahulu, namun setidaknya Notaris mengetahui pihak-pihak dalam RUPS dan kewenangan didalamnya, misalnya seperti jumlah RUPS, agenda rapat, jumlah kuorum dan hal-hal lainnya.

Jika mengenai perjanjian, mutlak harus ada minimal ada 2 (dua) pihak dalam akta. Aktanya disebut partij acte. Untuk membenarkan keterangan yang dicatatkan oleh notaris, akta itu mutlak harus ditandatangani oleh para pihak, saksi dan notaris. Hal ini berbeda dengan akta relaas yang aktanya tidak harus ditandatangani tapi tetap dijamin keotentikannya, karena aktanya dibuat sendiri oleh notaris yang menyaksikan prosesnya. Biasanya dalam relaas yang tanda tangan dulu adalah saksi dan notaris. Dalam partij acte, notaris wajib membacakan isi aktanya kepada para pihak, untuk memastikan ada/tidaknya perubahan (dikenal dengan renvoi). Renvoi harus diparaf oleh semua pihak.

SYARAT-SYARAT OTENTISITAS AKTA
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam proses pembuatannya agar suatu akta notaris memiliki sifat otentik, antara lain :
1. Akta itu sudah harus disusun oleh Notaris sebelum ditandatangani. Jadi, tidak boleh menyodorkan akta yang masih berupa kosongan.
2. Dibacakan oleh Notaris kepada Penghadap.
3. Ditandatangani saat itu juga setelah dibacakan.
4. Ditandatangani di wilayah jabatan Notaris

Kalau syarat otentisitas akta dilanggar, maka aktanya berubah menjadi di bawah tangan (pembuktian tidak sempurna). Semua perjanjian baru akan mengikat bila ditandatangani dan diakui oleh kedua belah pihak.

PEMBERHENTIAN NOTARIS
Pemberhentian seorang notaris dari jabatannya dapat dilakukan secara sementara, dengan hormat, maupun dengan tidak hormat.

Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena alasan-alasan sebagai berikut : (Pasal 8 UU Jabatan Notaris)
a. Meninggal dunia
b. Telah berusia 65 tahun (namun jabatan notaris dapat diperpanjang hingga 67 tahun dengan memperhatikan kesehatannya)
c. Permintaan sendiri
d. Tidak mampu secara jasmani dan/atau rohani melaksanakan tugas jabatannya secara terus-menerus lebih dari 3 tahun
e. Merangkap jabatan sebagaimana dimaksud Pasal 3 huruf g

- Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena alasan-alasan sebagai berikut : (Pasal 9 UU Jabatan Notaris)
a. Dalam proses pailit atau PKPU;
b. Berada di bawah pengampuan;
c. Melakukan perbuatan tercela;
d. Melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan, serta kode etik notaris;
e. sedang menjalani masa penahanan

Sebelum diberhentikan sementara, Notaris diberikan kesempatan untuk membela diri di hadapan Majelis Pengawas secara berjenjang. Yang dapat memberhentikan ialah Menteri, atas usulan Majelis Pengawas Pusat.

- Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usulan Majelis Pengawas Pusat karena alasan-alasan sebagai berikut : (Pasal 12 UU Jabatan Notaris) :
a. Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b. Berada di bawah pengampuan secara terus-menerus lebih dari 3 (tiga tahun);
c. Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan Notaris; atau
d. Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan.

Notaris juga dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri karena telah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. (Pasal 13 UU Jabatan Notaris)

PENGAWASAN NOTARIS
Notaris harus diawasi karena sebagai manusia pastilah ada kelalaian dan kekhilafan, serta untuk menjamin perlindungan hukum terhadap masyarakat pengguna jasa notaris itu sendiri. Pada masa lalu, pengawasan Notaris berada di bawah Mahkamah Agung yang didelegasikan kepada Pengadilan. Namun sejak berlakunya UU Jabatan Notaris yang baru, Notaris diangkat oleh Kementerian Hukum dan HAM; oleh karena itu seharusnya yang mengawasi adalah Menhukham sebagai pengangkat Notaris.

Akan tetapi dibentuklah suatu lembaga bernama Majelis Pengawas Notaris sebagai pengawas : a) perilaku, dan b) pelaksanaan jabatan Notaris. Perilaku itu berkaitan dengan kesusilaan, moral, dan adat istiadat yang ada di tempat notaris itu berada. Notaris adalah pejabat yang dipercaya masyarakat, jika moralnya tidak benar maka dianggap tidak dapat membuat akta yang baik. Sedangkan pelaksanaan jabatan adalah bagaimana ia menjalani jabatannya sesuai dengan ketentuan, baik yang berasal dari ketentuan notaris sendiri, maupun ketentuan perundang-undangan lain yang terkait dengan akta yang dibuat.

Unsur-unsur pengawas Notaris terdiri dari tiga instansi yang dianggap capable yaitu : (Pasal 67 ayat 3 UU Jabatan Notaris)
1. Pemerintah yang diwakili oleh Menteri yang mengangkat Notaris itu sendiri (Kementerian Hukum dan HAM)
2. Notaris yang tergabung dalam organisasi (Ikatan Notaris Indonesia) karena dianggap sudah mengetahui betul batasan-batasan bagi Notaris agar tercapai keotentikan yang diharapkan masyarakat.
3. Akademisi yang diharapkan ikut mengembangkan ilmu pengetahuan, ahli di bidangnya sehingga mumpuni untuk mengawasi Notaris.

Meskipun Notaris cuti, maka tidak serta merta seorang Notaris lepas dari tanggung jawab dalam akta. Misalnya Notaris Pengganti bertugas menggantikan seorang Notaris yang berhalangan, tidak menyebutkan dalam akta yang dibuatnya bahwa Notaris yang bersangkutan sedang cuti. Dalam hal tersebut akan dikenakan skorsing.

- Majelis Pengawas terdiri dari : (Pasal 68 UU Jabatan Notaris)
1. Majelis Pengawas Pusat – Pusat
2. Majelis Pengawas Wilayah – Kota
3. Majelis Pengawas Daerah – Kabupaten

MASA JABATAN DAN CUTI NOTARIS
Notaris dapat menjabat notaris hingga usia 65 tahun, dan dapat diperpanjang menjadi 67 tahun. (Pasal 8 UU Jabatan Notaris)

Notaris memiliki hak untuk cuti hingga total 12 tahun. Sebelum UUJN, hak cuti bisa diambil sekaligus selama 9 tahun, selama masa jabatannya. Menurut pengaturan saat ini, hanya boleh paling banyak 5 tahun sekali, dan boleh diperpanjang hingga 5 tahun kemudian.

Cuti dimintakan kepada MPD (maksimal 6 bulan), MPW (6 bulan – 1 tahun) dan MPP (lebih dari 1 tahun).
Contoh: Jika notaris cuti 3 bulan, izin ke MPD. Apabila notaris yang diganti sakit lebih dari 3 bulan (lebih dari yang seharusnya), ia bisa meminta perpanjangan cuti (harus dikeluarkan SK baru), maksimal 3 bulan, apabila mengajukannya ke MPD. Dalam kepala akta, kedua SK tersebut harus dicantumkan (SK baru juncto SK lama).

Bagaimana setelah cuti 3 bulan, diperpanjang 4 bulan? Pengajuan perpanjangan cuti tetap diajukan ke MPD.

Perpanjangan masa cuti dapat dimintakan oleh suami/istri/keluarga sedarah, dan di dalam surat cuti harus mencantumkan mulai dan hingga kapan notaris mulai cuti. Dalam mengajukan permohonan cuti, notaris harus mencantumkan berapa lama dia cuti, dan siapa yang menggantikannya. Permohonan dikirimkan ke Majelis Pengawas yang sesuai dengan berapa lama ia cuti. Selain itu, harus ada berita acara serah terima protokol notaris. Ketika cuti selesai, dilakukan lagi serah terima kembali protokol notaris. Jumlah aktanya dalam protokol notaris akan bertambah, kecuali notaris pengganti tersebut sama sekali tidak membuat akta. Berita acara serah terima notaris bukan arsip negara, sehingga tidak perlu dimasukkan ke dalam bundel protokol notaris. Hal ini merupakan administrasi di luar protokol notaris.

Bagaimana bila notaris yang tadi sakit ketika sedang cuti, kemudian meninggal dunia? Apa yang harus dilakukan notaris pengganti?
Dalam waktu paling lambat 7 hari Notaris pengganti/keluarga Notaris yang meninggal dunia tersebut harus melaporkan kepada MPD. Posisi notaris pengganti tadi berubah secara otomatis menjadi Pejabat Sementara Notaris, terhitung sejak tanggal notaris meninggal dunia selama 30 (tiga puluh hari) saja. Ia berhak membuat akta atas nama dirinya sendiri sebagai pejabat sementara notaris, tanpa menyebutkan nama notaris yang meninggal dunia, dan harus punya alat-alat administrasi sendiri yaitu protokol notaris pada umumnya. Pejabat sementara notaris juga memiliki kewajiban untuk melaporkan protokol notaris ke badan yang berwenang (MPD, Daftar Pusat Wasiat, dan Kemenhukham) mengenai akta/wasiat yang dibuatnya. Paling lambat 60 hari setelah notaris meninggal dunia, protokol tersebut diserahkan kepada MPD.

Apabila seorang Notaris pensiun, notaris itu berhak menunjuk sendiri penggantinya. Sedangkan bila Notarisnya meninggal dunia, maka yang berhak menunjuk adalah ahli warisnya.

Notaris boleh meninggalkan wilayah jabatannya tanpa cuti, selama tidak lebih dari 7 hari (hari kalender, bukan hari kerja). Misalnya, notaris berangkat pada hari Jumat, maka ia harus kembali sebelum hari Jumat minggu depannya. Jika lebih dari itu, maka akan dihitung sebagai cuti.

PENGGUNAAN LAMBANG NEGARA PADA BERBAGAI ATRIBUT
Notaris boleh mempergunakan lambang negara yang dimuat dalam cap jabatan, yang ditempatkan d iatas tandatangan. Untuk pencatatan sisi minuta akta, diatas tanda-tangan, cap dipergunakan untuk keperluan grosse minuta akta. Minuta akta itu tidak pecah, harus selalu dicap ketika ada pengeluaran salinan/grosse akta. Fungsi cap adalah untuk mengingatkan notaris bahwa akta tersebut telah dikeluarkan salinan/grosse aktanya yang pertama (mengingat grosse akta kedua hanya boleh dikeluarkan seizin pengadilan).

Penggunaan dari lambang Negara juga ada pada kop surat dan surat menyurat resmi dari notaris kepada instansi-instansi pemerintah. Selain itu, lambang Negara juga dipergunakan dalam sampul akta yang dijahitkan menjadi satu.

Saaset adalah teraan cap, perekat jahitan antara salinan, benang dan sampul akta. Saaset tidak boleh diprint, bolehnya dicapkan ke selembar kertas lalu digunting disisinya, kemudian digunakan sebagai perekat.

Cap lambang negara tidak boleh digunakan oleh notaris di kartu nama, map, amplop, kwitansi; cukup dengan menuliskan nama notaris dan kedudukan notaris serta nomor SK.

Minuta akta hanya dicap kalau mengeluarkan grosse akta untuk pertama kali, karena untuk pengeluaran grosse akta berikutnya harus izin dahulu pengadilan.

PERANAN SAKSI DALAM PROSES PERESMIAN AKTA NOTARIS
Saksi harus ada dalam setiap pembacaan akta notaris, dan tidak harus pegawai notaris. Yang penting telah dikenal oleh Notaris. Oleh karena itu jika para pihak membawa saksi sendiri, maka harus diperkenalkan kepada Notaris, tidak boleh semata dipersangkakan. Meski demikian, untuk menghindari keterpihakan, sebaiknya, setiap notaris membawa saksi sendiri.

Saksi ada dua jenis, yaitu :
1. Saksi akta / saksi instrumentair
Fungsi saksi akta adalah untuk menyaksikan dan menjamin bahwa notaris telah melakukan formalitas pembuatan / peresmian akta dengan benar. Jika dipanggil penyidik, maka jenis saksi ini dapat dimintakan pertanggung jawabannya atas formalitas notaris, antara lain: akta telah disusun, telah dibacakan dan dijelaskan oleh notaris itu sendiri, dan segera setelah pembacaan akta, perubahan dilakukan ketika tenggang waktu / momentum antara penyusunan hingga penandatanganan. Jumlah perubahan tidak terbatas (bahkan boleh 1 halaman penuh dicoret), selama diubah dan diganti ditempat yang telah ditentukan (renvoi). Selain itu saksi ini juga menjamin adanya penandatanganan oleh para pihak, termasuk dirinya sendiri. Penandatanganan itu harus dijamin masih dilaksanakan di wilayah jabatannya, meski tidak harus di kantor notaris itu.

2. Saksi pengenal / saksi attesterend
Saksi pengenal berfungsi untuk mengenalkan penghadap yang tidak dapat menunjukkan identitasnya kepada notaris. Identitas saksi pengenal disebutkan di awal akta sebagai saksi yang memperkenalkan penghadap kepada notaris.

Syarat menjadi saksi dalam peresmian akta notaris antara lain :
a) harus bisa baca tulis
b) mengerti bahasa akta
c) tidak boleh punya hubungan darah dengan Notaris maupun Penghadap (atas, bawah, samping sampai dengan derajat ketiga)

PEMANGGILAN NOTARIS
- Pasal 66 UU Jabatan Notaris
Hakim dan jaksa boleh memanggil Notaris dan mengambil fotokopi (bukan minuta aktanya, berdasarkan Keputusan Menteri Nomor 33 Tahun 2007) kepada notaris untuk keperluan penyelidikan/penyidikan pengadilan, dan sebelum dimintakan kepada notaris, harus mendapat persetujuan dari MPD (karena berisi tanda tangan dari para pihak didalamnya).
- Sebelum MPD mengizinkan pemanggilan dan pengambilan fotokopi tersebut, MPD harus menilai apakah perlu izin tersebut diberikan. MPD harus memperhatikan keadilan bagi para pihak dan kepentingan di pengadilan.
- Ketika seseorang dipanggil untuk memberikan kesaksian, wajib untuk datang, tapi berhak menentukan apakah akan/tidak akan memberikan kesaksian, disebut dengan hak ingkar (berdasarkan ketentuan pasal 1969 KUHPerdata). Hal ini berlaku juga terhadap notaris.
- Notaris diberikan kepercayaan yang luar biasa oleh Negara, karena akta yang dibuatnya sangat diyakini kebenarannya. Notaris harus menjaga kepercayaan tersebut, dengan memperhatikan unsur-unsur keotentikan yang harus dipenuhi dalam membuat akta.

MEMBENARKAN KESALAHAN TULISAN (RENVOI)
Pasal 51 UU Jabatan Notaris memberikan kesempatan bagi Notaris untuk membenarkan minuta akta yang sudah ditandatangani, tapi hanya sebatas hal yang sumir (bersifat teknis, kecil kesalahannya) dan tidak mengubah hal yang sifatnya substansial. Para pihak tidak perlu tanda membubuhkan tandatangan, namun harus dibuat berita acaranya. Notaris wajib berhati-hati dalam melakukan membenarkan kesalahan tulisan, karena dapat terancam dengan tindak pidana pemalsuan surat.

KEWAJIBAN NOTARIS UNTUK MEMBACAKAN AKTA
Akta harus dibacakan untuk mengkonfrontasi bahwa apa yang ditulis Notaris sudah sesuai dengan keinginan para pihak dan memberi kesempatan para pihak untuk melakukan perubahan pada saat “setengah diresmikan”. Notaris harus membacakan aktanya sendiri dan tidak dapat digantikan oleh asistennya, kecuali oleh notaris pengganti (yang telah disumpah).

Akan tetapi akta boleh tidak dibacakan, namun harus ditulis keterangan di dalam aktanya : “..karena menurut keterangannya telah dibaca sendiri”. Ini memberikan kekuatan otentisitas suatu akta.

Pada dasarnya notaris lepas dari perselisihan para pihak, misalnya dituntut menjadi tergugat/turut tergugat (biasanya ada klausulnya tersendiri), kecuali ketika notaris dapat dibuktikan telah melakukan kesalahan, misalnya tidak memenuhi syarat otentisitas (tidak dibacakan), atau melakukan pemalsuan surat (menambah, menghapus tanpa seizin para pihak – tidak me-renvoi). Tanggung jawab notaris hanyalah sebatas kebenaran formil dan tidak sampai kebenaran materiil, misalnya dengan melakukan pemeriksaan kartu identitas.

Notaris dianggap membuat akta yang isinya sama dengan keterangan para pihak (dengan demikian, notaris bukan para pihak, yang isi aktanya bukanlah berdasar kepada keterangan notaris). Misalnya tentang surrogate (pengganti tanda tangan) yang kekuatannya sama dengan keterangan orang yang tidak dapat membubuhkan tanda tangannya. Surrogate selalu didasarkan kepada keterangan para pihak, bukan keterangan notaris.

KEWAJIBAN MENGENAI PENANDATANGANAN DAN CAP JEMPOL PADA MINUTA AKTA NOTARIS
Ketika penghadap menerangkan bahwa ia tidak dapat membubuhkan tanda tangannya karena alasan tertentu, maka notaris akan menyatakan hal tersebut dengan tegas pada bagian akhir akta. Keterangan di bagian akhir akta itu berlaku sebagai surrogate (pengganti tanda tangan) dan memiliki kekuatan yang sama dengan pembubuhan tanda tangan.

Dalam hal digunakan surrogate, Penghadap yang tidak dapat menandatangani tersebut harus membubuhkan cap jempolnya. Perlu diingat, yang merupakan pengganti tanda tangan adalah keterangan penghadap yang dituangkan oleh notaris di bagian akhir akta (BUKAN cap jempolnya).

AKTA YANG TIDAK DAPAT DIBUAT OLEH NOTARIS
Seorang notaris tidak dapat membuat akta (berhak menolak untuk membuat akta) apabila terdapat hal-hal sebagai berikut :
1. Terkait dengan subyek (orang) yang menghadap, dilarang oleh undang-undang.
Notaris dilarang membuat akta untuk bagi mereka yang memiliki hubungan perkawinan maupun kekeluargaan dengan notaris (tidak terbatas ke atas dan ke bawah; terbatas ke samping hingga derajat ketiga).
2. Terkait dengan objeknya, karena dikecualikan (ditugaskan) kepada pejabat lain oleh undang-undang
Notaris dilarang membuat akta/surat yang bukan menjadi kewenangannya sebagai pejabat umum, misalnya pembuatan akta nikah, surat kematian, sertipikat tanah dan sebagainya.
3. Di luar wilayah kewenangannya, misalnya dalam hal notaris berhalangan.

NOTARIS SEBAGAI PELAYAN MASYARAKAT
Notaris harus bekerja kapanpun dibutuhkan untuk melayani masyarakat untuk kepentingan perdagangan dan kekeluargaan. Oleh sebab itu notaris dilarang meninggalkan tempat tanpa cuti lebih dari 7 hari, dan harus selalu siap sedia melayani. Notaris harus mampu melayani kapan saja, bahkan notaris boleh membuat akta tengah malam.

Seorang notaris dalam melaksanakan jabatannya harus memperhatikan dan tunduk di wilayah jabatannya. Misalnya notaris menjabat di Depok, maka notaris harus menandatangani aktanya di wilayah Depok. Hal ini berkaitan erat dengan kode etik notaris yang menjalankan jabatannya sesuai dengan wilayah jabatannya.

Kewenangan notaris untuk membuat akta berakhir sejak pensiun/diberhentikan. Notaris tetap harus menjaga martabatnya meskipun sudah tidak lagi menjabat.

REFERENSI
a. G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit Erlangga, 1983.
b. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 juncto Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
c. Kuliah yang disampaikan Ibu Chaerunisa Said Selenggang, S.H., M.Kn. pada program studi Magister Kenotariatan FHUI Depok (3 September 2012-selesai).

*Pertama kali ditulis di Depok, tanggal 30 November 2013.
*Disunting kembali di Surabaya, tanggal 10 Maret 2017 guna menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan terkini.
Diberdayakan oleh Blogger.