Media informasi seputar kenotariatan dan pertanahan bagi masyarakat luas, serta berbagi ilmu dan contoh akta bagi seluruh calon notaris di seluruh Indonesia. Viva Notarius!

DASAR-DASAR TEKNIK PEMBUATAN AKTA (Bagian 1 - Sistematika dan Kepala Akta)

Pada entri ini, Penulis ingin menjelaskan mengenai sistematika dan dasar-dasar teknik pembuatan akta notaril. Secara ringkas, pembuatan akta notaris harus sesuai dengan sistematika dan bentuk yang lengkap sesuai yang ditetapkan oleh undang-undang, agar dapat memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna di hadapan hakim.

Akta yang dibuat oleh notaris termasuk dalam bentuk akta atau tulisan otentik sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1868 Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) yang berbunyi sebagai berikut :
"Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya."

Untuk memahami makna pasal di atas, kita harus membedah bagian per bagian dari pasal tersebut.
Pertama, mengenai bentuk yang ditetapkan oleh undang-undang. Bentuk atau sistematika dari akta notaris tidak diatur dalam Burgerlijk Wetboek, melainkan pada Pasal 38 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 juncto Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Kedua, akta tersebut harus dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai (pejabat-pejabat) umum. Pejabat umum merupakan pejabat yang berwenang membuat segala macam akta yang tidak menjadi bagian atau domain dari pejabat khusus lainnya, seperti Pejabat Pembuat Akta Tanah, catatan sipil, imigrasi, dan lain sebagainya.
Ketiga, akta tersebut harus dibuat di tempat di mana akta dibuatnya. Seorang pejabat umum memiliki wilayah kerja yang sudah ditentukan berdasarkan surat keputusan pengangkatannya. Wilayah kerja notaris meliputi satu provinsi dari kota/kabupaten tempat kedudukan (kantor) notaris tersebut

Dengan demikian apabila akta notaris tidak dibuat dalam bentuk yang sudah ditetapkan oleh undang-undang (ada yang tidak lengkap atau kurang), dan/atau tidak dibuat oleh pejabat (notaris) yang berwenang, dan/atau tidak dibuat maupun ditandatangani pada wilayah kerja yang bersangkutan, maka menimbulkan konsekuensi akta tersebut tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna seperti akta otentik. Akta tersebut hanya akan berlaku sebagai tulisan di bawah tangan, sepanjang ditandatangani oleh para pihak dalam akta tersebut. (Pasal 1869 Burgerlijk Wetboek)

SISTEMATIKA AKTA NOTARIS 
Berdasarkan Pasal 38 Undang-undang Jabatan Notaris (yang diubah dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014), sistematika akta notaris secara garis besar terdiri atas :
  1. Awal akta atau kepala akta;
  2. Badan akta; dan 
  3. Akhir atau penutup akta.
Awal akta atau kepala akta memuat :
  1. Judul akta;
  2. Nomor akta;
  3. Jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun ditandatanganinya akta tersebut;
  4. Nama lengkap dan tempat kedudukan notaris. [Akta notaris pengganti dan pejabat sementara notaris juga wajib memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya.]
Badan akta memuat :
  1. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili. Hal ini lazim dikenal dalam praktek sebagai komparisi;
  2. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
  3. Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan;
  4. Nama lengkap, tempat, dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
Akhir atau penutup akta memuat :
  1. Uraian mengenai pembacaan akta;
  2. Uraian mengenai penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta jika ada;
  3. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan
  4. Uraian tentang ada tidaknya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian, serta jumlah perubahannya.
KEPALA AKTA
Kepala Akta terdiri atas :
1. Judul Akta
Judul akta disesuaikan dengan perbuatan hukum yang dibuat. Perlu diingat bahwa satu akta notaris hanya dapat memuat satu perbuatan hukum saja.
Sebagai contoh : “Jual Beli”, “Hibah”, “Izin Kawin”, dan lain sebagainya.

2. Nomor Akta
Nomor akta hanya diberikan nomor urut akta saja, tanpa diberikan bulan dan tahun. Sebagai contoh : “Nomor : 01”. Untuk akta notaris, nomornya berganti tiap satu bulan sekali (setiap bulan selalu kembali lagi ke nomor 01).

Sebagai catatan tambahan saja, hal ini berbeda dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang menggunakan nomor dan tahun, serta urutannya berganti setiap satu tahun sekali,


3.  Jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun ditandatanganinya akta tersebut;
Untuk penulisannya tidak harus urut, karena tidak disyaratkan demikian oleh undang-undang.
Contoh penulisannya adalah sebagai berikut :
- Pada hari ini, Kamis, tanggal 20-09-2013 (duapuluh November duaribu tigabelas), pukul 10.00 WIB (sepuluh Waktu Indonesia Barat);

4. Nama lengkap dan tempat kedudukan notaris.
Contoh penulisannya adalah sebagai berikut :
- Berhadapan dengan saya, CHRISTINE ELISIA WIDJAYA, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris berkedudukan di Kabupaten Mojokerto, dengan wilayah kerja seluruh Provinsi Jawa Timur, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang akan disebut pada bagian akhir akta ini dan telah dikenal oleh saya, Notaris.

Variasi pada bagian awal akta ini adalah bila Notaris tersebut cuti, maka menggunakan Notaris Pengganti.

Cuti kurang dari 6 bulan, maka meminta izin kepada Majelis Pengawas Daerah
Sebagai contoh :
Berhadapan dengan saya, FAJAR CAHYANTO SANTOSA, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, yang berdasarkan Surat Keputusan Majelis Pengawas Daerah tertanggal 01-06-2013 (satu Juni duaribu tigabelas), Nomor : 01/KET.CUTI-MPDN/JP/VI/2013, sebagai pengganti dari CHRISTINE ELISIA WIDJAYA, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris berkedudukan di Kabupaten Mojokerto, dengan wilayah kerja seluruh provinsi Jawa Timur, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang akan disebut pada bagian akhir akta ini dan telah dikenal oleh saya, Notaris.

Cuti antara 6-12 bulan, maka meminta izin kepada Majelis Pengawas Wilayah.
Sebagai contoh :
Berhadapan dengan saya, FAJAR CAHYANTO SANTOSA, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, yang berdasarkan Surat Keputusan Majelis Pengawas Wilayah tertanggal 01-04-2013 (satu April duaribu tigabelas), Nomor : 01/KET.CUTI-MPWN/JP/IV/2013, CHRISTINE ELISIA WIDJAYA, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris berkedudukan di Kabupaten Mojokerto, dengan wilayah kerja seluruh provinsi Jawa Timur, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang akan disebut pada bagian akhir akta ini dan telah dikenal oleh saya, Notaris.

Cuti lebih dari 12 bulan, maka meminta izin kepada Majelis Pengawas Pusat.
Sebagai contoh :
Berhadapan dengan saya, FAJAR CAHYANTO SANTOSA, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, yang berdasarkan Surat Keputusan Majelis Pengawas Pusat tertanggal 01-02-2013 (satu Februari duaribu tigabelas), Nomor : 01/KET.CUTI-MPPN/JP/II/2013, sebagai pengganti dari CHRISTINE ELISIA WIDJAYA, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris berkedudukan di Kabupaten Mojokerto, dengan wilayah kerja seluruh provinsi Jawa Timur, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang akan disebut pada bagian akhir akta ini dan telah dikenal oleh saya, Notaris.

*Pertama kali ditulis di Depok, tanggal 22 September 2013 sebagai bahan persiapan ujian Dasar-dasar Teknik Pembuatan Akta.
*Disunting kembali di Surabaya, tanggal 02 Maret 2017 guna menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan terkini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Arikanti Natakusumah, SH atas pengajarannya dalam mata kuliah tersebut di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok.
Diberdayakan oleh Blogger.